01. Perjalanan Mendadak — A Quick Trip to Samsun

Angkasatria
5 min readApr 18, 2021

--

Kadang obrolan paling random justru ngebawa kita ke perjalanan paling seru. Bener nggak? Pun begitu yang saya alami seminggu yang lalu. Sore itu, di bis hijau nomor 15, saya baru aja pulang selepas nongkrong dengan teman-teman di Mall Agora. Tiba-tiba, terlintas dalam pikiran saya untuk menambah daftar kota yang masuk ke dalam list “Kota yang Pernah Saya Kunjungi Selama di Turki”

“Cuy, backpackeran kali, mumpung masih lama lu di sini?” Sahut saya pada Ammar, seorang teman dari Madinah yang sedang menetap di Turki selama 1 bulan. “Kemana?” ia bertanya. Kemudian saya teringat kalau ada seorang teman yang pernah saya janjikan untuk berkunjung ke tempatnya di Samsun, sebuah kota pesisir di pantai utara Turki yang menghadap ke arah Laut Hitam. Tanpa banyak bertanya, ia langsung meng-iya-kan tawaran tersebut.

Singkat cerita, kami memutuskan untuk berangkat hari Selasa. Namun kami nggak bisa berlama-lama disana, karena Senin depan saya sudah memasuki minggu UTS. Ya, anggap lah sebagai hari tenang sebelum memasuki minggu ujian. Biar makin seru, saya mengajak seorang teman lagi untuk jadi partner perjalanan kali ini. Dan Haikal, teman serumah saya, akhirnya ikut bergabung pada perjalanan besok. Asik, saya semakin tak sabar untuk memulai perjalanan ini.

Sore hari sebelum keberangkatan, kami belum juga memastikan tiket (emang anaknya suka last minute kan). Asad, teman saya yang akan kami kunjungi disana, sudah bilang kalau bis dari Sakarya ke kota Samsun penuh melulu dan selalu fully-booked. Jadi lebih baik pesan dari situs o-bilet beberapa jam sebelum keberangkatan.

Akhirnya saya membuka situs tersebut. Namun, ketika melakukan pemesanan, ternyata Hes Kodu yang digunakan untuk memverifikasi bahwa kita terbebas dari virus Covid-19 bermasalah. Waduh… mau nggak mau saya harus beli tiket di terminal langsung kalau begini. Akhirnya saya berangkat lebih dulu untuk membeli tiket ke otogar Sakarya.

Urusan tiket pun beres. Setelah dua setengah jam menunggu, akhirnya Ammar dan Haikal nyusul juga ke terminal. Sesampainya di sana, Haikal terus berkutat dengan handphonenya yang… kok nggak jalan-jalan internetnya… Dan dia baru sadar, kalau kartu simnya nggak berfungsi! Gubrak. Belum juga jalan udah ada aja dramanya. Ternyata dia salah bawa kartu, dan yang berfungsi malah ketinggalan di rumah. Hadeh… Ada-ada aja lu Kal. Akhirnya, saya mengantar dia kembali ke rumah, dengan bis nomor 29 terakhir, mengambil kartu sim, jalan kaki ke Medar Hastanesi, baru naik taksi lagi ke terminal.

Kami semua belum makan malam, jadi kita memutuskan untuk membeli tost disana. Haikal beli 1 malah dibikinin 2 sama penjualnya, heran. Kami juga mengganjal perut dengan cireng dan risoles, dibawa Ammar untuk camilan kita di perjalanan. Soal ngemil, dia nggak perlu ditanya. Sambil menunggu bis, Haikal membuka kuliah tentang persahaman, cerita tentang 1 lot saham Unilever yang lagi dia bid dari kemarin.

Bis berangkat pukul 22.30 dari peron 18. Harga tiket Sakarya-Samsun yang kami dapat berada di harga 120 TL. Seperti biasa, tipe bis malam antarkota seperti ini tidak akan tepat waktu datang ke terminal, dan ngaretnya bisa lebih dari setengah jam (ini sudah jadi hal yang lumrah kok). Jadi kami menunggu sekitar 40 menit lagi, sampai akhirnya bis datang dan membawa kami memulai perjalanan.

Perjalanan dari Sakarya ke kota Samsun memakan waktu sekitar 8-9 jam. Jadi perkiraan kami akan sampai kota tujuan pukul 7 pagi. Kami menggunakan bis armada Kamil Koç dengan tipe seat 2 + 1, maka salah satu dari kami bertiga duduk dengan penumpang lain. Kami juga sengaja memilih bis keberangkatan malam agar bisa tidur selama di perjalanan.

Sepanjang perjalanan, bis berhenti beberapa kali di beberapa kota untuk menaik-turunkan penumpang. Sudah pukul 2 pagi, penumpang di depan saya pun sudah dua kali berganti. Ammar sudah mulai mengusap-usap mata, kantuk berat sudah tak tertahankan tampaknya. Perjalanan masih 5 jam lagi. Pengelihatan saya juga sudah mulai nggak karuan. Lebih baik saya istirahat, menyetel album terbaru Lomba Sihir “Selamat Datang di Ujung Dunia”, sambil menunggu waktu pagi.

Sekitar pukul 6 fajar, saya terbangun dengan matahari sudah mulai mengintip dari sisi jendela kiri. Suhu pagi hari benar-benar membuat saya tak tahan untuk tidak menggunakan kaos kaki. Saya melihat ke arah kanan jendela. Di mana kita sekarang? Tebing-tebing batu besar terhampar di sisi-sisi jalan bak pemandangan di Kappadokya. Apa benar? Tapi yang ini teksturnya beda, lebih kasar. Lagi pula rute kita ke arah utara Turki kan, bukan melewati kota Nevşehir.

Saya membuka Google Maps dan, oh… ternyata kita sudah berada di Amasya, sebuah distrik di timur laut dari ibukota Ankara. Kota tua dengan sejarah panjang, tempat kelahiran para raja, pemikir, pujangga, dan saintis di era Romawi dulunya. Strabo, sang geografer Yunani, juga lahir disini ternyata. Pada masa kekaisaran Ottoman, Amasya menjadi tempat pelatihan para pangeran kekhalifahan. Mereka dikirimkan ke kota ini untuk mendapatkan pengalaman, sebelum naik tahta menjadi Sultan.

Saya masih menatap ke arah kiri jendela menikmati matahari terbit diantara tebing bebatuan Amasya, menciptakan warna kuning pekat di langit-langit pagi. Cantik. Pemandangan yang ciamik seperti ini tak boleh terlewatkan, saya abadikan momen sunrise pagi ini dengan kamera mirrorless andalan.

Sunrise di Amasya, pukul 06:45

Ammar yang duduk di bangku sebelah ikut terbangun beberapa saat kemudian, lalu bergabung untuk ikut memotret pemandangan.

Jam di layar handphone menunjukkan pukul 8 pagi. Tapi bis belum juga berhenti di kota destinasi. Tiba-tiba, saya mencium bau menyengat… Bukan, bukan kentut… Karena ini lebih mirip bau karet terbakar. Ammar menengok ke kanan dan kiri sambil mengendus-endus, mencari sumber asal baunya, namun tidak ketemu. Tiba-tiba, kecepatan bis jadi melambat, mulai menepi, sampai akhirnya berhenti di pinggiran tol.

Ada apa ya? Para penumpang satu persatu mulai turun, dan sebagian dari mereka memeriksa bagian belakang bis. Coba tebak, ternyata bisnya mogok! Wadaw… Ya sudahlah, akhirnya kita turun dulu, itung-itung sambil perenggangan dulu setelah duduk selama 8 jam non-stop. Kasihan pantat kami.

Saya pun ikut turun dari dalam bis. Langit sudah mulai cerah. Beberapa orang berkerumun di bagian belakang bis, mencari permasalahan di bagian mana mesin tak berfungsi. Dengan cuek, Haikal ikut bergabung diantara bapak-bapak. Mungkin panggilan alaminya kali ya sebagai anak jurusan teknik (?). Saya yang dari tadi menahan kencing karena angin semilir memutuskan untuk mencari kamar mandi. Tapi, mana ada toilet di tengah jalan tol macam begini? Mau bagaimana lagi, mencari semak belukar di tempat tertutup menjadi satu-satunya opsi :)

Sudah setengah jam lebih kita menunggu, membuat beberapa orang mulai menyerah dan memilih untuk mencari tumpangan pada mobil dan truk yang melintas. Padahal, tinggal satu jam lagi kami sampai di kota tujuan.

Untungnya kami sedikit bersabar, karena tak lama kemudian seorang teknisi datang setelah ditelefon dan mulai memperbaiki mesin bis. Akhirnya, kami bisa kembali melanjutkan perjalanan! Menuju kota destinasi yang kita putuskan secara dadakan.

Ini dia. Samsun, here we come!

_

--

--