04. Sampai Pemberhentian Terakhir — A Quick Trip to Samsun

Angkasatria
5 min readMay 10, 2021

--

Sebuah pertanyaan kemarin saya lontarkan kepada Asad di perjalanan, setelah beberapa kali melihat orang di sekitar berjalan menggunakan jersey lokal mereka. Dimana letak stadion Samsunspor-nya? Stadion klub sepakbola setempat yang bermain di TFF 1. Lig, level kedua liga Turki setelah Turkish Süper Lig.

“Kenapa emang, lu mau kesana?” Ia tentu heran mendapati saya bertanya soal itu, karena klub tersebut bukanlah sebuah skuat yang bermain di liga utama Turki, seperti halnya Trabzonspor, atau klub bintang yang pernah menjuarai kompetisi Eropa, seperti Galatasaray. “Nggak kenapa-kenapa, gua mau ziarah aja ke stadion lokalnya,” jawab saya tanpa alasan.

Hari ini kami bangun siang. Rasanya cukup lelah setelah pendakian kemarin. Kami memang tidak punya rencana apa-apa hari ini, jadi kami memutuskan untuk pergi menyusuri Samsun menggunakan tramvay sampai ujung kota, dan kebetulan stadion Samsunspor-lah pemberhentian terakhirnya.

Kami sempat mampir ke Yeşilyurt AVM untuk ngopi-ngopi, sebuah mall di pinggir pantai Samsun. Sayang cuaca hari ini sedang mendung dan gerimis, sehingga kami tidak dapat menikmati suasana di balkonnya. Rencananya Ammar ingin bertemu dengan owner Samsun Produktif, sebuah usaha yang dijalankan oleh para gelin (istilah untuk wanita Indonesia yang menjadi istri pria lokal Turki), dia mau COD jajanan Indonesia katanya, baru saja kemarin ia pesan.

Akhirnya kami makan siang di Popeyes, yang berlokasi di daerah şehir merkezi. Setelah Ammar COD-an dan mengambil pesanan, kami naik tramvay dari stasiun terdekat, menuju Samsunspor Stadyumu. “Lu pernah ke stadionnya nggak Sad sebelumnya?” Tanya saya pada Asad. “Pernah sih, waktu itu. Pas lagi ada Pak Erdoğan kampanye, gua kesana.”, “Oh… gua gua kirain pas lagi nonton matchnya” jawab saya, ternyata ikut jadi kader partai dia.

Menurut seorang pandit lokal Pangeran Siahaan, Turki ini memiliki liga sepakbola yang underrated dibanding liga-liga Eropa lainnya. Memang sih, belum sekelas dengan Premier League atau La Liga yang memiliki penonton jutaan dari seluruh dunia. Namun biasanya untuk para pemain yang pindah dari 5 liga besar Eropa (Premier League, La Liga, Bundesliga, Ligue 1, dan Eredivisie), Turkish Süper Lig bisa jadi salah satu opsinya. Hal ini dikarenakan bayarannya yang tidak terlalu jauh dari liga-liga papan atas Eropa tersebut, kata sang pandit.

Di sisi lain, Turki juga memiliki kultur sepakbola yang sangat fanatik, terutama di Istanbul, markas dari 5 kesebelasan yang bermain di Süper Lig. Orang kalau berada di suatu kota dengan arsitektur yang luar biasa indah, mungkin saja akan terlalu sibuk berkeliling menikmatinya. Tapi di Istanbul, dengan kota sebesar itu, sejarah dan budaya sepanjang itu, dan arsitektur secantik itu, orang-orang masih memiliki kecintaan terhadap sepakbola segila itu.

Tram membawa kami melewati sebuah stasiun besar, beberapa mall lain di kota, kemudian menaiki jembatan layang hingga terlihat bibir pantai tak jauh dari rel kereta. Slum area hingga wilayah perpabrikan kami lewati setelahnya, menggambarkan sisi lain dari kota. Perjalanan di dalam tram selama kurang lebih satu jam tak begitu terasa, kami terus tertawa membicarakan seorang bocah yang sering hanyut dan nyasar di suatu tempat, hingga pernah suatu ketika ia hanyut sampai ke Jepang. Saya lupa kenapa kami membicarakan hal ini, mungkin karena pemandangan laut yang tersuguhkan di depan jendela.

Langit gelap menyambut kami setibanya di stasiun terakhir. Ini dia, Samsunspor Stadyumu. Letaknya sedikit berjarak dengan stasiun tramnya sehingga kami perlu berjalan sedikit. Kalian tahu bagaimana situasi disana? Sepiii sekali, tidak ada orang ternyata, sama sekali! Hanya kami berlima, satpam pun tidak ada. Kami merasa seperti pengunjung ilegal karena masuk melewati celah pagar yang tidak dijaga. Terdapat 5 buah patung yang berdiri di depan stadion. Mereka adalah 3 pemain Samsunspor dan 2 pelatih yang tewas dalam kecelakaan di perjalanan, ketika akan bermain tandang melawan Malatyaspor pada tahun 1989.

Tidak terlihat tanda-tanda kehidupan di stadion ini

Hujan turun kemudian ditambah angin yang bertiup kencang, membuat Haikal dan Awan semakin tidak kuat menahan kencing di tengah udara yang menusuk. Sepertinya memang sudah pertanda kami untuk kembali, sebelum badai kian menjadi. Setelah mengabadikan momen sebagai ‘pengunjung ilegal’, kami berjalan pulang. Lewat rute yang sama, kembali menaiki tram, memandangi kota Samsun sebelum pulang kembali ke Sakarya.

Malam itu adalah akhir dari kunjungan kami di kota Samsun. Saya, Ammar dan Haikal sudah membeli tiket tadi sore, naik bus Metro, harganya 100 TL. Bis akan berangkat pukul 22.00, jadi kami langsung packing sesampainya di apartemen. Rasanya terlalu cepat untuk mengucapkan sampai nanti pada Awan, karena sepertinya baru saja kemarin kita salam berkenalan. Saya titipkan salam untuk Ajun juga, sayang tidak bisa berpamitan secara langsung dengannya. Saya ucapkan banyak terima kasih telah menerima kedatangan kami dengan tangan terbuka.

Asad mengantar kami berjalan hingga durak bis terdekat, menunggu sampai bis dalam kota lewat dan membawa kami menuju otogar. Sebuah perpisahan kilat dan swafoto bersama mengakhiri pertemuan kami, yang saya harap akan ada perjumpaan lagi di lain hari. Saya yakin telah menemukan seorang teman disini.

Perjalanan malam ini kami lalui dalam sunyi. Tidak ada yang tertidur, hanya udara kosong yang mengisi ruangan. Saya masih terdiam, seolah sesuatu baru saja ada yang hilang dalam sekejap, namun hanya membisu selama berjam-jam. Kaca jendela mulai beruap, menandakan udara semakin dingin di luar. Ternyata salju turun perlahan, pemandangan yang langka di bulan sekarang. Namun saya tidak begitu tertarik, karena pikiran saya masih terpaut di suatu tempat.

_

Melakukan perjalanan bukan selalu tentang tempat baru, karena bertemu orang baru pun dapat diibaratkan seperti perjalaan itu. Saya seperti sedang membuka sebuah buku. Mengenal orang baru akan selalu menjadi pengalaman ‘spiritual’ lainnya, bisa dibilang begitu. Ada orang-orang yang kita dibuat belajar banyak dari mereka. Kesederhanaannya, kerendahan hatinya, nilai-nilainya. Kadang karakternya yang belum pernah kita temui akan memperkaya cara pandang kita akan sesuatu. Dan ketika hal itu terbesit dalam benak saya, saya tahu saya terinspirasi oleh mereka.

Betapa singkat sesuatu tersudahi. Tapi hal lain harus tetap berjalan bukan? Ingat, banyak urusan sudah menanti. Sebuah perjalanan singkat akhirnya mengajarkan saya untuk menghargai kehadiran. Waktu yang tak banyak sering kali membuat kita terdistraksi, sehingga terkadang apresiasi yang diberikan untuk orang di sekitar tidak sepenuhnya tersampaikan, sebagaimana pantasnya mereka dapatkan. Semoga lain waktu saya dapat mengungkapkan terima kasih yang lebih layak dari itu. Sebelum akhirnya sampai jumpa yang terucap lebih dulu.

Malam ini saya kembali ke kota dengan dua orang teman yang ‘berbeda’. Perjalanan ini membuat saya lebih jauh mengenali mereka. Keseharian kami selama ini belum tentu membuat kami terhubung. Namun dengan perjalanan 3 hari, sepertinya saya jadi tahu lebih baik dibandingkan 3 bulan tinggal bersama, tapi dengan kegiatan sendiri-sendiri. Saya jadi teringat ucapan seorang Umar tentang 3 tempat tersingkapnya kepribadian seseorang; saat bertransaksi, ketika diberi amanah, dan waktu perjalanan. Dan memang benar, begitu yang saya rasakan.

_

Sudah pukul 6.00 pagi, otogar Sakarya sudah terlihat dari sini. Ah, memang selalu rindu saya meninggalkan kota ini, walau cuma sebentar. Akhirnya sampai juga kami di akhir pemberhentian. Kami mencari taksi sesampainya di terminal. Seseorang mengarahkan kami pada sebuah taksi, tapi di dalamnya sang supir masih terlelap di bangku pengemudi. Waduh, yang benar saja?! Masa orang baru bangun langsung disuruh mengemudi? Saya jadi ragu.

Benar saja kan, perasaan tidak enak saya langsung terjawab tak lama kemudian. Si supir benar-benar nggak sadar untuk membelokkan setirnya di tikungan, dan dia hampir menabrakkan mobilnya ke pembatas jalan!

Gila pak, belum juga saya pulang, jangan buat kami bertiga mati di jalan!

--

--